Universitas Prof. Dr. Moestopo

Arti Kata: Beragama

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) adalah salah satu perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia. Tambahan kata “Beragama” di belakang namanya memiliki akar historis dan filosofis yang kuat, serta berhubungan dengan sosok pendirinya, Prof. Dr. Moestopo (1913–1986), seorang dokter gigi, pejuang kemerdekaan, dan tokoh nasional.

Warisan Prof. Dr. Moestopo

Warisan Prof. Dr. Moestopo

Prof. Dr. Moestopo bukan hanya seorang intelektual, tetapi juga dikenal sebagai tokoh yang sangat religius dan memegang teguh nilai-nilai moral serta spiritual dalam kehidupannya. Beliau meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan pendidikan harus berpadu dengan keimanan dan pengamalan ajaran agama, agar tidak kehilangan arah moral.

Konteks Pendidikan Pasca-Kemerdekaan

Konteks Pendidikan Pasca-Kemerdekaan

Pada masa awal kemerdekaan, bangsa Indonesia menghadapi tantangan pembangunan karakter generasi muda. Pendidikan tinggi tidak hanya dimaksudkan untuk mencetak orang pintar, tetapi juga orang baik, bermoral, dan beriman. Karena itu, penyematan kata “Beragama” menegaskan perbedaan Universitas Moestopo dengan perguruan tinggi lain: mahasiswa didorong untuk tidak hanya berprestasi akademik, tetapi juga menjunjung tinggi nilai etika dan spiritualitas.

Filosofi Beragama

Filosofi “Beragama”

Kata ini tidak menunjuk pada agama tertentu, melainkan semangat religiusitas universal: mengakui adanya Tuhan, menghormati perbedaan keyakinan, dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Dengan begitu, “Beragama” menjadi simbol integrasi antara ilmu pengetahuan, iman, dan moralitas, sesuai dengan cita-cita pendirinya.

Identitas Kelembagaan

Identitas Kelembagaan

Hingga kini, tambahan “Beragama” menjadi ciri khas unik Universitas Prof. Dr. Moestopo. Nama ini selalu dipertahankan dalam dokumen resmi maupun penyebutan publik, sebagai pengingat bahwa kampus ini berkomitmen melahirkan lulusan yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter dan berakhlak mulia.

📌 Jadi, kata “Beragama” digunakan karena pendirinya ingin menegaskan bahwa universitas ini bukan sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga wadah pembentukan manusia seutuhnya: berpengetahuan, beretika, dan berlandaskan nilai-nilai spiritual.